Semiotika Secara Umum

PENDAHULUAN

  1. 1. Mengenal Semiotic

Secara Epistemologis semiotica berasal dari bahasa Yunani “semeion” yang berarti tanda. Semiotika kemudian didefinisikan sebagai studi tentang tanda dan cara tanda-tanda itu bekerja.

Secara umum semiotik didefinisikan sebagai berikut:

“Semiotics is usually defined as a general philosophical theory dealing with the production of signs and symbols as part of code systems which are used to communicate information. Semiotics includes visual and verbal as well as tactile and olfactory signs (all signs or signals which are accessible to and can be perceived by all our senses) as they form code systems which systematically communicate information or massages in literary every field of human behaviour and enterprise”

“Semiotik biasanya didefinisikan sebagai teori filsafat umum yang berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari sistem kode yang digunakan untuk mengomunikasikan informasi. Semiotik meliputi tanda-tanda visual dan verbal serta tactile dan olfactory [semua tanda atau sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh indera yang kita miliki] ketika tanda-tanda tersebut membentuk sistem kode yang secara sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis di setiap kegiatan dan perilaku manusia)”.

Ferdinand de saussure dalam Course in General Linguistics mendefinisikan semiotika sebagai :

”ilmu yang mempelajari struktur, jenis, tipologi, serta relasi tandatanda dalam penggunaannya didalam masyarakat”

Umberto Eko (1932) mendefinisikan semiotika sebagai:

”sebuah disiplin ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berdusta (lie)”

Louis Hjelmslev, seorang penganut saussurean berpandangan bahwa:

”sebuah tanda tidak tidak hanya mengandung hubungan internal antara aspek material (penanda) dan konsep mental (petanda), namun juga mengandung hubungan antara dirinya dan sebuah sistem yang lebih luas di luar dirinya. Bagi Hjelmslev, sebuah tanda lebih merupakan self-reflective dalam artian bahwa sebuah penanda dan sebuah petanda masing-masing harus secara berturut-turut menjadi kemampuan dari ekspresi dan persepsi”

Bagi Peirce, tanda “is something which stands to somebody for something in some respect or capacity.”

Rouland Barthes, juga pengikut saussurean berpendapat bahwa:

”sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu”.

Roland Barthes pernah berkata: ”Apa yang tidak kita katakan dengan lisan, sebenarnya tubuh kita sudah mengatakannya”. Pernyataan itu mengindikasikan signifikansi bahasa simbolik manusia.

Susanne K. Langer: ”Kebutuhan dasar ini, yang memang hanya ada pada manusia, adalah kebutuhan akan simbolisasi. Fungsi pembentukan simbol ini adalah satu diantara kegiatan-kegiatan dasar manusia, seperti makan, melihat, dan bergerak. Ini adalah proses fundamental dari pikiran dan berlangsung setiap waktu”.

Alfred Korzybski: ”prestasi-prestasi manusia bergantung pada penggunaan simbol-simbol”

Pokok studi pembelajaran semiotika/semiologi ini adalah tanda. Tanda itu sendiri memiliki ciri khusus yang penting. Pertama, tanda harus dapat diamati, dalam arti tanda itu dapat ditangkap makna atau artinya. Kedua, tanda harus menunjuk pada sesuatu yang lain, artinya bisa menggantikan, mewakili, dan menyajikan. Tanda dan hubungan-hubungannya adalah kunci dari analisis semiotik. Dimana relasi tersebut memunculkan makna.

Semua kenyataan cultural adalah tanda. Kita memang hidup di dunia yang penuh dengan tanda dan diri kitapun bagian dari tanda itu sendiri. Tanda-tanda tersebut kemudian dimaknai sebagai wujud dalam memahami kehidupan. Manusia melalui kemampuan akalnya berupaya berinteraksi dengan menggunakan tanda sebagai alat untuk berbagai tujuan, salah satu tujuan tersebut adalah untuk berkomunikasi dengan orang lain sebagai bentuk adaptasi dengan lingkungan.

Komunikasi bukan hanya sebagai proses, melainkan komunikasi sebagai pembangkitan makna (the generation of meaning), ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, setidaknya orang lain tersebut memahami maksud pesan kita, kurang kebih secara tepat. Supaya komunikasi dapat terlaksana, maka kita harus membuat pesan dalam bentuk tanda (bahasa, kata). Pesan-pesan yang kita buat, medorong orang lain untuk menciptakan makna untuk dirinya sendiri yang terkait dalam beberapa hal dengan makna yang kita buat dalam pesan kita. Semakin banyak kita berbagi kode yang sama, makin banyak kita menggunakan sistem tanda yang sama, maka makin dekatlah makna kita dengan orang tersebut atas pesan yang datang pada masing-masing kita dengan orang lain tersebut.

  1. 2. Sejarah Pembentukan Semiotic
  • Zaman Semiotik Klasik

Muncul sejak zaman Yunani. Plato(427-347 SM)  dianggap perintis awal bidang ilmu tanda seperti dalam bukunya Cratylus. Kemudian diikuti muridnya Aristoteles  yang menggunakan istilah ‘significant’ dalam tulisannya On Interpretation. Apakah pemberian nama kepada benda berdasarkan pemberian sewenangnya atau atas perjanjian? Muridnya Aristoteles menjawab bahwa nama itu ialah soal perjanjian atau konvensi. Soal jawab ini mencetuskan teori bahasa dan makna.

Golongan Stoa (Stoic) menyanggah teori ini. Sukar sekali dipertahankan keunggulannya lalu mengatakan tanda yang paling utama ialah tanda yang dikenali ‘medical symptom’ seperti panas badan menandakan demam. Pendekatan ini  tidak wajar dan sukar untuk dipertahankan keunggulan. Melalui kajian Zeno(354-202SM), tokoh aliran Stoa memulakan penelitian tanda tangis dan tertawa. Terdapat perbedaan penanda dan petanda dalam memahami tanda. Kajian zeno mencetuskan semiotik dan berkembang pada zaman pertengahan. Didukung oleh seorang uskup Rom Saint Augustine (354-430SM). Sebelum kembali Islam, dia menulis On Dialectics (387 SM), On Christian Doctrine (397SM) dan On Trinity (415 SM). Tulisan ini bermotifkan penyebaran Kristian , tetapi terdapat bagian yang menyentuh unsur tanda.

Perubahan batin kembali Islam, dia meletakkan dasar sistem tanda mengkaji alkitab dan seterusnya dasar pendidikan melalui tanda. Peranan tanda penting sebagai media pendidikan untuk proses pembelajaran dan pengajaran.

Tangis seseorang merupakan penanda kerana diamati melalui gerak ekspresi lahiriah, penampilan, nada tangisannya. Makna di sebaliknya  merupakan petanda. Melalui semiotik tangisan mempunyai dwimakna. Pertama, mungkin wujud daripada perasaan sedih  dan kedua kerana kegembiraan.  Ledakan emosi ini menyebabkan seseorang menangis. Kajian zeno mencetuskan penerokaan semiotik dan berkembang pada zaman pertengahan. Didukung oleh seorang uskup Rom Saint Augustine (354-430SM). Sebelum kembali Islam, beliau menulis On Dialectics (387 SM), On Christian Doctrine (397SM) dan On Trinity (415 SM).

Tulisan ini bermotifkan penyebaran Kristian , tetapi terdapat bagian yang menyentuh unsur tanda. Perubahan batin kembali Islam, beliau meletakkan dasar sistem tanda mengkaji alkitab dan seterusnya dasar pendidikan melalui tanda. Peranan tanda penting sebagai media pendidikan untuk proses pembelajaran dan pengajaran. Pada abad ke-17, muncul kembali apabila John Locke (1632-1704) ahli falsafah Inggeris mempopularkan ‘ doktrin perlambangan’ dan menulis buku An Essay Concerning Human Understanding (1960)  yang mengupas persoalan ini.

Pada abad ke-18, Lambert (Jerman) memperkenalkan istilah semiotik dalam pengkajian tanda.

  • Zaman Semiotik Modern

Pencetus teori semiotik bermula Ferdinand de Saussure (1857-1913) dari Eropa, bapak  ilmu bahasa modern dan Charles Sanders Peirce (1839-1914), ahli falsafah dan ahli logik dari Amerika. De Saussure menggunakan istilah semiologi, manakala Peirce menggunakan istilah semiotik.

Kedua tokoh berasal dari benua berbeda, namun sama-sama mengemukakan sebuah teori yang secara  prinsipnya tidak berbeda. Jika model de Saussure bersifat semiotik struktural, model Peirce bersifat semiotik analitis.

De Saussure  mengembangkan dasar-dasar teori linguistik umum. Peirce tertumpu pada berfungsinya tanda dengan meletakkan tanda-tanda linguistik pada tempat yang penting, tapi bukan yang utama.

  1. 3. Pencetus-pencetusnya
  • Ferdinand de Saussure

Sumbangan besar dalam pengkajian tanda bermula pada abad ke-19. Ferdinand de Saussure (1857-1913) lahir dalam keluarga terpelajar, berbangsa  Switzerland hidup sezaman dengan Peirce. Memperkenalkan teori semiologi berdasarkan teori linguistik umum dan percaya bahawa bahasa ialah sistem tanda.

Memperkenalkan  sistem diadik (dyadic), yaitu tanda terdiri dari lambang (signifier) dan makna (signified). Sausure menyadari bahwa bahasa bukanlah satu-satunya tanda,  ada banyak tanda lain. Akhirnya dikembangkan pengertiannya menjadi ilmu pengetahuan yang meneliti perbagai sistem tanda. Muncul semiologi yang tidak terbatas pada bahasa dan sastra, termasuk juga seni lukisan, antropologi budaya, falsafah dan psikologi sosial.

Dikembangkan di Eropa  oleh Roland Barthes (1964), Ganette, Todorov, Jacques Derida (1968) dan Julia Kristeva (1971), Claude Levi Strauss, Christian Metz, Jean Baudrillard, Andre Martinet, Jeanne Martinet, Georges Mounin, Louis Hjelmslev, Luis Prieto dan Eric Buyssens.

  • Charles Sanders Peirce

Peirce (1839-1914) berbangsa USA dalam keluarga akademik dan lepasan Universiti Harvard. Memperkenalkan istilah semiotik dengn merujuk doktrin formal tentang tanda-tanda. Memperkenalkan hubungan segitiga triadik (triadic) yaitu tanda dipilih (representamen), makna tanda (interpretant) dan objek (object).

Pada tahap tanda ada tiga jenis, yaitu tanda kualiti (qualisign), tanda individu (sinsign) dan tanda konvensional (legisign). Pada tahap objek, ada tiga jenis tanda yaitu ikon, indeks dan simbol. Pada tahap makna tanda, ada tiga jenis yaitu tanda berkemungkinan (rhyme), tanda wujud (disisign) dan tanda benar (argument).

Dikembangkan oleh ahli falsafah Amerika seperti I.A. Richards, Thomas Sebeok, John Dewey, William James, Charles Morris, J.L. Austin, C.K. Odgen dan J.R.Searle

Umberto Eco (1932) tokoh berpengaruh dari Itali hampir menenggelamkan kaedah  Peirce. Cuba mengelak konsep Saussure dan Peirce dengan memperkenalkan apa-apa yang dikenali sebagai lambang itu sebenarnya tiada.  Lambang yang difahami selama ini ialah subtance – effect akibat daripada pertemuan dua sistem yang berlainan (Eco 1984).

4.  Semiologi

Istilah semiologi lebih banyak digunakan di Eropa. Ferdinand de Saussure Memperkenalkan teori semiologi berdasarkan teori linguistik umum dan percaya bahawa bahasa ialah sistem tanda. Saussure menegaskan 2 dasar semiologi yang membedakkannya dengan semiotik yang dicetuskan oleh Charles Sanders Pierce, yang disebut dengan sistem diadik (tanda terdiri dari lambang (signifier) dan makna (signified).

  • Penanda dan Petanda

Konsep ini melihat bahwa makna muncul ketika ada hubungan yang bersifat asosiasi ‘yang ditandai’ (signified) dan ‘yang menandai’ (signifier). Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). Dengan kata lain, penanda adalah “bunyi yang bermakna” atau “coretan yang bermakna”. Jadi, penanda adalah aspek material dari bahasa yaitu apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep.

Suatu penanda tanpa petanda tidak berarti apa-apa dan karena itu tidak merupakan tanda. Sebaliknya, suatu petanda tidak mungkin disampaikan atau ditangkap lepas dari penanda; petanda atau yang dtandakan itu termasuk tanda sendiri dan dengan demikian merupakan suatu faktor linguistik. “Penanda dan petanda merupakan kesatuan seperti dua sisi dari sehelai kertas,” kata Saussure.

Louis Hjelmslev, seorang penganut Saussurean berpandangan bahwa sebuah tanda tidak hanya mengandung hubungan internal antara aspek material (penanda) dan konsep mental (petanda), namun juga mengandung hubungan antara dirinya dan sebuah sistem yang lebih luas di luar dirinya. Bagi Hjelmslev, sebuah tanda lebih merupakan self-reflective dalam artian bahwa sebuah penanda dan sebuah petanda masing-masing harus secara berturut-turut menjadi kemampuan dari ekspresi dan persepsi.

Sama halnya dengan Hjelmslev, Roland Barthes pun merupakan pengikut Saussurean yang berpandangan bahwa sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Menurut Barthes, pada dasarnya semiologi hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi dari objek-objek yang hendak dikomunikasikan, tetapi juga menyusun sistem terstruktur dari tanda. Salah satu wilayah penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader).

  • Simbolik, Sintagmatik dan Paradigmatik

Segala sesuatu yang ada didalam bahasa didasarkan atas relasi-relasi. Relasi-relasi ini dapat dibedakan menjadi 3 macam: simbolik, sintagmatik dan paradigmatic. Simbolik, dalam artian hubungan tanda dengan dirinya sendiri (internal), digambarkan dalam relasi di dalam tanda; antara signifier dan signified, atau yang Saussure sebut sebagai hubungan simbolik, Sebuah sintagma merujuk kepada hubungan diantara satu kata dengan kata-kata yang lain, atau antara satuan gramatikal dengan satuan-satuan gramatikal yang lain, didalam perkataan (speech act) tertentu. Karena perkataan selalu diekspresikan sebagai suatu rangkaian tanda-tanda verbal dalam dimensi waktu, maka relasi-relasi sintagmatik kadang disebut juga sebagai relasi–relasi linear (saussure, 1966:122-125); Budiman, 1999:110).

Relasi sintagmatik ini berrkebalikan dengan relasi asosiasif, yang ada dalam linguistic pasca saussure disebut sebagai relasi paragmatik. Didalam relasi ini setiap tanda berada dalam kodenya sebagai bagian dari suatu paradigma, suatu system relasi yang mengaitkan tanda tersebut dengan tanda-tanda lain, entah berdasarkan kesamaan atau perbedaannya, sebelum relasi ini muncul dalam perkataan.

Didalam bahasa, sebuah kata berhubungan secara paradigmatic dengan sinonim-sinonim atau antonin-antoninnya, juga dengan kata-kata lain yang memiliki bentuk dasar yang sama atau yang sama berbunyi mirip dengannya, dan seterusnya. Dengan kata lain, kata-kata tertentu secara potensial saling berasosiasi didalam rangkaian memori, didalam benak sebagai bagian dari gudang batiniah yang membentukbahasa masing-masing pembicara (Budiman,1999:7&89;Saussure,1966:123-126).

5.  Semiotik

Istilah semiotik digunakan di Amerika, dikembangkan oleh Charles Sanders Pierce. mengembangkan filsafat pragmatisme melalui kajian semiotik. Bagi Peirce, tanda “is something which stands to somebody for something in some respect or capacity.” Memperkenalkan hubungan segi tiga triadik (triadic) yaitu tanda (representamen), makna tanda (interpretant) dan objek (object)

  1. Tanda

¨      Tanda kualiti (qualisign): Kualitas yang ada pada tanda

¨      Tanda individu (sinsign): Eksistensi aktual benda/peristiwa yang ada pada tanda

¨      Tanda konvensional (legisign): Norma yang terkandung dalam makna.

  1. Objek

¨      Ikon: tanda yang mengandung kemiripan ”rupa”(resemblance), sebagaimana dapat dikenali oleh para  pemakainya. Contoh: foto dan rambu-rambu lalu lintas.

¨      Indeks: tanda yang memiliki keterkaitan fenomenal atau eksistensial diantara representemen dan objeknya. Contoh: asap sebagai tanda adanya api.

¨      Simbol: merupakan jenis tanda yang bersifat arbitrer dan konvensional.apa yang disebut sebagai simbol, sebetulnya berequivalensi dengan pengertian Saussure tentang tanda. Contoh: cincin, kursi, meja

  1. Makna tanda

¨      tanda berkemungkinan (rhyme): tanda yang memungkinkan orang    menafsirkan berdasarkan pilihan.

¨      tanda wujud (disisign): tanda sesuai dengan kenyataan

¨      tanda benar (argument): tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu.

  • Prinsip Dasar Semiotika

Enam prinsip dasar dalam semiotika:

  • Ø Prinsip struktural

Tanda dilihat sebagai sebuah kesatuan antara sesuatu yang bersifat material dan konseptual. Yang menjadi fokus penelitian adalah relasi antara unsur-unsur tersebut, karena dari relasi tersebut akan menghasilkan makna.

  • Ø Prinsip kesatuan

Sebuah tanda merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara bidang penanda yang bersifat konkrit

  • Ø Prinsip konvensional

Reaksi antara penanda dan petanda sangat tergantung pada apa yang disebut konvensi, yaitu kesepakatan sosial tentang bahasa (tanda dan makna) di antara komunitas bahasa.

  • Ø Prinsip sinkronik

Tanda dipandang sebagai sebuah sistem yang tetap di dalam konteks waktu yang dianggap konstan, stabil dan tidak berubah.

  • Ø Prinsip representasi

Tanda merepresentasikan suatu realitas yang menjadi rujukan atau referensinya.

  • Ø Prinsip kontinuitas

Relasi antara sistem tanda dan penggunanya secara sosial dipandang sebagaia sebuah continuum, mengacu pada struktur yang tidak pernah berubah.

  1. 6. Semiosis dan Struktur Triadik

Sebuah tanda atau representemen, menurut Charles S. Pierce (1986:5&6) adalah sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu yang lain dalam beberapa hal atau kapasitas. Sesuatu yang lain itu-disebut interpretan dari tanda yang pertama-pada gilirannya mengacu pada objek.

Dengan demikian sebuah tanda atau representemen relasi triadik langsung dengan interpretan objeknya. Apa yang disebut sebagai proses semiosis merupakan suatu proses yang memadukan entitas yang disebut sebagai representemen tadi dengan entitas lain yang disebut sebagai objek. Proses semiosis ini sering pula disebut sebagai signifikasi (signification)

Proses semiosis seperti yang digambarkan pada skema di atas menghasilkan rangkaian hubungan yang tak berkesudahan, maka pada gilirannya sebuah intrepretan akan menjadi sebuah representamen, menjadi intrepretan lagi, menjadi reseprentamen lagi, dan seterusnya

Gerakan yang tak berujung pangkal ini oleh Umberto Eco dan Jacques Derrida kemudian dirumuskan sebagai proses semiosis tanpa batas (Unlimited semiosis).

Untuk lebih jelasnya, kita bisa melihat bagaimana proses semiosis semacam itu secara potensial berlangsung pada gambar berikut

Jika gambar telepon umum di atas adalah sebuah representamen, maka dapat dikatakan secara potensial dapat berhubungan dengan tanda-tanda lain sebagai intrepretannya, misalnya sebuah kata benda dalam bahasa indonesia, telepon, yang pada gilirannya akan mengacu pada benda yang berupa, misalnya lagi, suatu alat yang berupa telepon sungguhan.

Kata telepon ini pun pada gilirannya akan berkedudukan sebagai representamen yang berhubungan dengan, sederetan kata-kata lain, misalnya alat komunikasi jarak jauh, dengan rujukan pada objek tertentu pula. Frase atau perkataan tersebut kemudian akan menjadi representamen yang berhubungan dengan intrpretan baru, taruhlah sebuah handphone atau ponsel.

Demikianlah, sebagai sebuah representamen ponsel tersebut, menjalin relasi dengan intrepretan lain, yang untuk sekedar contoh kali ini adalah sebuah gambar iklan telepon, dan seterusnya, dan seterusnya saling menyambung tanpa pernah selesai.

ASUMSI-ASUMSI FILOSOFIS

  1. Epistemologi

Komunikasi bukan hanya sebagai proses, melainkan komunikasi sebagai pembangkitan makna (the generation of meaning). Ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, setidaknya orang lain tersebut memahami maksud pesan kita, kurang kebih secara tepat. Supaya komunikasi dapat terlaksana, maka kita harus membuat pesan dalam bentuk tanda (bahasa, kata). Pesan-pesan yang kita buat, medorong orang lain untuk menciptakan makna untuk dirinya sendiri yang terkait dalam beberapa hal dengan makna yang kita buat dalam pesan kita. Semakin banyak kita berbagi kode yang sama, makin banyak kita menggunakan sistim tanda yang sama, maka makin dekatlah “makna” kita dengan orang tersebut atas pesan yang datang pada masing-masing kita dengan orang lain tersebut.

  1. Ontologi

Pokok perhatian semiotika adalah tanda. Semua kenyataan cultural adalah tanda. Kita memang hidup di dunia yang penuh dengan tanda dan diri kitapun bagian dari tanda itu sendiri.

  1. Aksiologi

Teori ini bebas nilai karena tidak ditujukan bagi subyek yang jelas, melainkan pada subyek yang umum dan anonim. Teori ini juga aplikatif dalam kehidupan sehari-hari dan dialami oleh siapa saja

EVALUASI TEORI SEMIOTIC

Mempelajari makna-makna simbolik, baik pada manusia maupun benda, merupakan hal yang sangat menarik. Karena banyak orang yang belum bisa menguraikan makna dengan sempurna dalam simbol-simbol kehidupan. Tetapi, teori ini tetap menuai kritikan dari berbagai pemerhatinya. Secara garis besar kritik yang umumnya muncul adalah dari sisi lingkup teori, kegunaan teori, dan testability atau kemampuan teori ini untuk diuji.

  1. Heuristik Values

Seberapa baik kapasitas teori ini untuk mengungkap suatu permasalahan?

Teori Semiotic melakukan proses pemaknaan komunikasi. Manusia melalui kemampuan akalnya berupaya berinteraksi dengan menggunakan tanda sebagai alat untuk berbagai tujuan, salah satu tujuan tersebut adalah untuk berkomunikasi dengan orang lain sebagai bentuk adaptasi dengan lingkungan.

  1. Parsimony

Parsimony merujuk kepada tingkat kesederhanaan teori ini. Teori ini tidak bisa dikategorikan sederhana, karena scope dari teori ini luas. Tapi teori ini bisa digunakan untuk mengetahui makna dan cara tanda bekerja

  1. Openess

Dalam semiotik semuanya menarik untuk dipelajari secara ilmu ini fleksibel dapat diterapkan  dalam lingkup luas karena tanda-tandanya sendiri bisa hadir dalam wujud apa saja, selama di dalamnya ada yang merepresentasikan dan yang direpresentasikan

  1. Utility

Menyangkut kegunaan teori ini Semiotik sangat bermanfaat dalam proses pemaknaan komunikasi. Membantu kita memahami perbedaan dan makna yang ada sistem hubungan antara tanda. Pokok perhatian semiotika adalah tanda. Tanda dan hubungan-hubungannya adalah kunci dari analisis semiotik. Dimana relasi tersebut kemudian memunculkan makna. Ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, setidaknya orang lain tersebut memahami maksud pesan kita, kurang kebih secara tepat. Supaya komunikasi dapat terlaksana, maka kita harus membuat pesan dalam bentuk tanda (bahasa, kata). Pesan-pesan yang kita buat, medorong orang lain untuk menciptakan makna untuk dirinya sendiri yang terkait dalam beberapa hal dengan makna yang kita buat dalam pesan kita. Semakin banyak kita berbagi kode yang sama, makin banyak kita menggunakan sistim tanda yang sama, maka makin dekatlah “makna” kita dengan orang tersebut atas pesan yang datang pada setiap individu dengan orang lain tersebut.

  1. Testability

Terlalu rumit untuk  dipraktekkan, karena pada dasarnya kita cenderung melihat sesuatu (objek) secara sepintas tanpa melihat fungsi&cara tanda itu bekerja.

  1. Kritik

v    Umberto Eco (1932) tokoh berpengaruh dari Itali hampir menenggelamkan kaedah  Peirce. Cuba mengelak konsep Saussure dan Peirce dengan memperkenalkan apa-apa yang dikenali sebagai lambang itu sebenarnya tiada.  Lambang yang difahami selama ini ialah subtance – effect akibat daripada pertembungan dua sistem yang berlainan (Eco 1984).

v    Golongan Stoa (Stoic) menyanggah teori ini. Sukar sekali dipertahankan keunggulannya lalu mengatakan tanda yang paling utama ialah tanda yang dikenali ‘medical symptom’ seperti panas badan menandakan demam

KESIMPULAN

Diluar kritik terhadap Simiotik, teori ini masih terus digunakan dan dikembangkan karena relevansinya dengan perkembangan jaman sangat baik. Selain itu juga teori ini dinilai tetap heuristik, dapat mengaplikasikan konsepnya ke dalam berbagi konteks berbeda. Teori ini hingga sekarang masih terus dibentuk dan ditingkatkan.

Teori ini merupakan salah satu alat konseptual terkemuka untuk menginterpretasikan dan mengekspresikan sustu makna.

Teori ini telah menstimulasi banyak pemikiran konseptual, sehingga dianggap sudah dapat melakukan ’tugas’nya dengan baik sebagai sebuah teori.

Semua kenyataan cultural adalah tanda. Kita memang hidup di dunia yang penuh dengan tanda dan diri kitapun bagian dari tanda itu sendiri.

Tanda-tanda tersebut kemudian dimaknai sebagai wujud dalam memahami kehidupan. Manusia melalui kemampuan akalnya berupaya berinteraksi dengan menggunakan tanda sebagai alat untuk berbagai tujuan, salah satu tujuan tersebut adalah untuk berkomunikasi dengan orang lain sebagai bentuk adaptasi dengan lingkungan.

REFERENCES

Budiman, Kris. 2003. Semiotik Visual, Yogyakara: Buku Baik

Budiman, Kris. 2005. Ikonisitas Semiotika Sastra dan Seni Visual. Yogyakarta: Penerbit Buku Baik.

Griffin, EM. A First Look At Communication Theory. The 5th Edition. 2003. Singapore : McGraw-Hill.

Littlejohn, Stephen W. Theories of Human Communication. 7th Edition. 2002. California : Wadsworth.

Lyons, John. 1977. The Encyclopedia of Language and Linguistics” vol. 7, hal. 3821-3832.

Tinarbuko, Sumbo.  2008. Semiotika Komunikasi Visual edisi Revisi. Yogyakarta : JalaSutra

West, Richard and Lynn H. Turner. Introducing Communication Theory : Analysis and Application. 3rd Edition. 2007. San Fransisco : McGraw-Hill.

Tentang semiotikinves

Mahasiswa Mata Kuliah Hubungan Investor
Pos ini dipublikasikan di Uncategorized. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar